Wednesday, November 11, 2009

HAJI, IBADAH DUA DIMENSI


Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh. (QS. Al Hajj:27)

Haji merupakan ibadah yang memiliki dua dimensi yang sangat berpengaruh kepada pahala yang akan diterima para Hujjâj. Kedua dimensi tersebut adalah dimensi hubungan manusia dengan manusia dan dimensi hubungan manusia dengan Allah Swt. Oleh karena itu, pelaksanaan ibadah haji membutuhkan persiapan dan perbekalan yang banyak, karena pengorbanannya pun sangat besar, baik itu dari segi ilmu, fisik, jasad dan harta.

Pada dimensi pertama kita bisa menemukannya dalam perintah Allah Swt yang melarang kepada para Hujjâj untuk Rafats, Fusûq, dan Jidal (QS. 2:197), atau juga ketika membagikan hasil kurban. Sedangkan dimensi kedua kita bisa merasakannya ketika melaksanakan rukun-rukun haji, dan yang lebih khususnya ketika kita berada di padang 'Arafah.
"Ibadah dua dimensi" ini sudah jauh-jauh hari dilakukan semenjak jaman Nabi Ibrahim As, yang telah Allah diabadikan dalam Al Qur'an surat Al Hajj. Dan ayat di atas merupakan salah satu dari ayat-ayat Al Qur'an yang berkenaan mengenai perintah haji.

• Asbâbunnuzûl ayat (Sebab turun ayat)
Diriwayatkan oleh Ibn Jarir dari Mujahid berkata "mereka (Hujjâj) tidak berkendaraan", lalu Allah menurunkan ayat ini dalam menjawab pernyataan Mujahid, "…niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki ,dan mengendarai unta yang kurus…". Maka diperintahkanlah kepada mereka agar membawa bekal, serta mereka diberi keringanan boleh berkendaraan, dan berdagang.

• Tafsir (penjelasan) ayat
Nabi Ibrahim As adalah Nabi yang diperintah oleh Allah agar membangun masjidil Haram, dan mesjid inilah mesjid yang pertama dibangun untuk manusia (QS. 3:96).

* " Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji,…" (QS. Al Hajj:27)
Ketika Nabi Ibrahim As menyelesaikan Masjidil Haram, Allah Swt memerintahkannya untuk berseru kepada sekalian manusia agar mereka dapat melaksanakan ibadah haji. Lalu beliau balik bertanya kepada Allah "wahai Tuhan, bagaimana bisa suara hamba sampai kepada manusia ?", Allah berfirman "Berserulah, akan Kami sampaikan". Kemudian beliau bergegas menaiki gunung Abi qubais (ada yang berpendapat beliau menaiki batu atau bukit Shafa) dan berseru "wahai sekalian manusia ! sesungguhnya Allah memerintahkan kalian agar melaksanakan haji di Bait ini. Dia akan memberimu surga karenanya, dan akan menjauhkanmu dari siksa neraka". Ketika beliau berseru, gunung-gunung menunduk sehingga suaranya bisa terdengar ke penjuru bumi, maka yang berada dalam sulbi-sulbi laki-laki dan yang berada dalam rahim wanita menjawab seruannya "Labbaik Allâhumma Labbaik (kusambut panggilan-Mu ya Allah)".
Al Qurthubi mengutip pendapat Ibn Abbas dan Ibn Jabir berkata "Maka jika mereka menjawab seruannya pada waktu itu, mereka akan dapat melaksanakan ibadah haji sesuai dengan banyak jawabannya dulu. Jika menjawabnya sebanyak satu kali, maka dia akan melaksanakan haji satu kali, dan jika dua kali maka dia akan melaksanakannya sebanyak dua kali".
Kita dapat membayangkan bagaimana Nabi Ibrahim dahulu kebingungan ketika Allah memerintahkannya untuk menyeru manusia agar dapat menunaikan haji, terbukti dengan pertanyaan beliau yang bernada heran kepada Allah Swt. Betapa tidak, sebab pada waktu itu beliau sedang berduaan dengan anaknya (Nabi Ismail As), dan manusia yang mengimani ke-Esa-an Allah pun pada waktu itu masih sedikit, serta suara Nabi Ibrahim juga tidak akan kuat terdengar kesemua penjuru dunia.
Akan tetapi, keimanan seorang kekasih Allah tidak akan sampai melanggar perintahNya, maka beliau segera melaksanakan tugas suci ini sehingga Allah memberinya mukjizat dengan terdengar suaranya kepada seluruh manusia yang masih berada di dalam sulbi ayahnya dan berada dalam rahim ibunya.
Oleh karena itu, salah jika kita mengatakan kepada orang yang belum menunaikan ibadah haji dengan ucapan "Anda belum dipanggil", karena Nabi Ibrahim jauh-jauh hari sudah menyeru umat manusia. Akan tetapi selayaknya kita ucapkan kepadanya dengan ucapan "Semoga Anda termasuk orang-orang yang menjawab seruan Nabi Ibrahim dahulu", karena ucapan ini disamping tidak meniadakan seruan Nabi Ibrahim As dulu, juga tidak meniadakan dan atau mendahului memutuskan takdir seseorang yang tidak diketahui semua manusia.

* "… niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki,dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh" (QS. Al Hajj:27)
Tidak ada ikhtilaf dalam hal bolehnya para Hujjâj berkendaraan atau berjalan ketika akan melaksanakan haji, akan tetapi terjadi ikhtilaf dalam masalah keutamaan diantara keduanya :
a. Imam Malik dan Syafi'i berpendapat bahwa orang yang berkendaraan lebih utama dari pada yang berjalan kaki, karena ini mengikuti perbuatan Nabi Saw, dan karena ongkos serta bekalnya lebih besar.
b. Sebagian ulama berpendapat bahwa berjalan kaki lebih utama dari pada berkendaraan, dengan alasan kesusahannya lebih besar dirasakan para pejalan kaki. Madzhab ini mengambil dalil bahwa Nabi Saw dan para sahabat dahulu berjalan kaki dari Madinah menuju Makkah, sehingga Nabi bersabda "Ikatlah pinggang kalian dengan kekuatan kalian" (HR. Ibn Majah). Hadis ini menggambarkan betapa susahnya Nabi Saw beserta para sahabatnya yang berjalan kaki menuju Makkah, sebab itu madzhab ini beralasan bahwa pahala akan semakin besar jika pengorbanan tubuhpun besar. Akan tetapi, hadis ini berderajat dla'if (lemah), maka hadis ini lemah untuk dijadikan dalil mengenai masalah ini.
Dalam potongan ayat di surat Al Hajj:27 terdapat istilah Dlamir, yaitu seekor unta yang kurus dan kelelahan akibat dari perjalanannya, hal ini menggambarkan jauh dan sukarnya jalan yang ditempuh oleh jama'ah haji. Ada yang berpendapat bahwa Allah meng-qiyaskan (analogikan) dlamir ini dengan harta yang habis ketika sampai di Makkah. Maka, pada jaman modern ini kita bisa mengqiyaskan dlamir dengan ongkos biaya pesawat, mobil dll, yang dikeluarkan para Hujjâj sehingga mereka bisa sampai ke Makkah. Kenapa demikian?, karena Al Qur'an pun mengakui akan adanya kendaraan selain kendaraan dari hewan, sebagaimana dalam firman Allah Swt "dan (Dia telah menciptakan) kuda, bagal, dan keledai, agar kamu menungganginya dan (menjadikannya) perhiasan. Dan Allah menciptakan apa yang kamu tidak ketahuinya. (QS. 16:8).
Potongan ayat yang digaris bawahi ini menunjukkan bahwa Allah Yakhluqu/akan menciptakan (dengan menggunakan fi'il Mudlari', menunjukkan masa yang akan datang) kendaraan yang pada waktu itu bangsa Arab belum mengetahuinya, dan akan diketahui pada masa sekarang ini.
Durus wa I'bar (Pelajaran dan Ibrah)
Dari penafsiran ayat di atas, kita dapat mengambil pelajaran dan ibrah mengenai ibadah haji, diantaranya :
1. Ibadah haji diwajibkan bagi mereka yang sudah mampu.
2. Ibadah haji adalah ibadah yang begitu besar pengorbanannya, baik itu pengorbanan harta, fisik ataupun nyawa.
3. Ibadah haji adalah salah satu sarana untuk berta'aruf dengan muslimin dari seluruh penjuru dunia.
4. Ibadah haji adalah salah satu ibadah yang tidak mengusung pesan rasialisme (fanatik suku), nasionalisme (fanatik Negara) dan diskriminasi jender (Membeda-bedakan antara wanita dan laki-laki). Karena ibadah haji adalah perjalanan rohani yang menanggalkan semua urusan duniawi, baik itu pangkat, kekayaan ataupun ketenaran.
5. Islam adalah satu-satunya agama yang sesuai dengan ajaran Nabi Ibrahim, juga agama yang meneruskan ajaran-ajaran Nabi Ibrahim.
In Urîdu Illal Ishlâha Mastatho’tu

No comments: