Wednesday, June 22, 2011

Sya'ban: Persiapan Menuju Pertemuan


Tidak seperti biasanya Kang Oded bangun di pagi hari buta, selesai shalat subuh dia asyik mempersiapkan hidangan yang lezat, lalu segera membersihkan dan menghias rumahnya meskipun peluh membasahi tubuhnya. Kemudian ia pergi membersihkan badannya, lalu mengenakan pakaian rapih dan bersih. Dengan senang, tenang dan ikhlas dia melakukan itu semua, karena dia akan didatangi seorang tamu agung yang sudah ia kenal baik kepribadiannya.
Kisah ini sebagai analogi gerak hidup kita di bulan ini dan di hari ini, yaitu bulan Sya’ban. Kita sedang bergerak menuju keikhlasan mempersiapkan seperti ikhlasnya Kang Oded dalam menyambut tamu agungnya. Penyambutan agung ini tidak akan kita lakukan jika kita tidak mengenal siapa tamu yang akan mendatangi rumah kita, akhirnya kita malah lengah dan lalai ataupun sampai menyepelekan tamu agung tersebut. Dan ketika tamu itu mengetuk pintu rumah, barulah kita sibuk menghidangkan dengan hidangan seadanya.
Kondisi lengah dan lalai ini –menurut Nabi Muhammad Saw.- banyak menimpa manusia pada bulan Sya’ban. Sebagaimana dalam salah satu haditsnya riwayat Abu Daud dan An Nasa’i dari Usamah Ibn Zaid berkata kepada Rasulullah Saw. “Wahai Rasulullah, saya tidak pernah melihatmu berpuasa satu bulan penuh dari sekian bulan kecuali pada bulan Sya’ban” beliau bersabda “Ini adalah bulan dimana manusia sedang lengah (lalai), yaitu bulan antara Rajab dan Ramadhan, dan dia adalah bulan dimana segala amalan diangkat menuju Tuhan sekalian alam. Dan saya lebih menyukai dalam keadaan bershaum ketika amalanku sedang diangkat”. Sekali lagi, kondisi lalai ini terjadi karena kita tidak mengenal atau bahkan menyepelekan “Tamu agung” (baca; Ramadhan) yang akan tiba. Bulan ini adalah kesempatan besar untuk orang-orang yang senantiasa waspada untuk beramal shalih, karena amalan yang kita kerjakan di saat orang lain dalam keadaan lengah, bernilai besar di hadapan Allah Swt.. Sebagaimana besarnya pahala orang yang berdzikir di pasar, di saat orang lain sibuk transaksi, atau shalat di tengah malam di saat orang-orang tertidur lelap, atau bersabar dalam berjihad di saat orang lain tunduk takluk.
Sya’ban adalah bulannya warming up karena ia cerminan bulan Ramadhan, sebab itu Nabi memperbanyak puasa di bulan Sya’ban agar jasad dan ruh siap menghadapi bulan suci Ramadhan. Kenapa Nabi lebih memilih ibadah puasa di bulan Sya’ban dibandingkan ibadah lain?, karena puasa, disamping Junnah (Perisai/pencegahan) Ruh kita dari penyakit-penyakit spiritual, juga bisa melatih jasad kita sehingga ketika shaum di bulan Ramadhan kita tidak mengalami kepayahan. Sedangkan kondisi payah dan cape sering kali menghasilkan keluh kesah, dan keluh kesah akan melahirkan ketidakikhlasan, pada akhirnya sesuai dengan sabda Nabi “Kerap kali orang yang berpuasa tidak mendapatkan apa-apa kecuali (mendapatkan) rasa lapar. Kerap kali orang yang mendirikan shalat tidak mendapatkan apa-apa kecuali (mendapatkan) bergadang saja" (HR. An Nasa'i dan Ibn Majah).
Lain halnya jika kita tidak mempersiapkan ruh dan jasad di bulan Sya’ban, apatah lagi jika keduanya malahan dilatih dalam kemaksiatan, di samping nantinya jasad kita akan merasa berat di bulan Ramadhan, juga kemaksiatan akan terus menjadi rintangan. Meskipun pada bulan ini Nabi pernah bersabda “Jika datang bulan Ramadhan, maka dibukakan pintu-pintu surga, ditutup pintu-pintu neraka dan dibelenggunya syaitan” (HR. Bukhari dan Muslim), tetap saja kita akan terus didatangi kemaksiatan atau bahkan melakukan kemaksiatan di bulan Ramadhan. Karena jiwa-jiwa syaitan sudah menghunjam di akhlaq kita, walaupun syaitan telah dibelenggu oleh Allah Swt.
“Bulan Persiapan” (baca: Sya’ban) ini sangat dimanfaatkan dengan baik oleh para Salafuna Ash Shalih, sehingga amalan ibadah mereka di bulan ini dilakukan sebagaimana mereka biasa amalkan pada bulan penuh berkah. “Bulan Keberkahan” akan mendatangi mereka sehingga persiapan diri di bulan Sya’ban menjadi keikhlasan bukan lagi paksaan, maka ketika pintu bulan Ramadhan ditutup, mereka malahan bersedih bukannya bergembira. Sampai-sampai mereka mengharap dapat bertemu kembali dengan bulan Ramadhan.Pada bulan Sya’ban ini Nabi Saw. -yang telah Allah jamin masuk surga- kerap mempersiapkan dirinya menghadapi Ramadhan, mengapa kita yang tidak?!. Mari mulai persiapan ini dengan memperbanyak ibadah shalat malam, atau shaum sebelum memasuki pertengahan Sya’ban karena menurut Imam Syafi’i tidak boleh berpuasa setelah pertengahan bulan Sya’ban bagi orang yang tidak terbiasa shaum sunnat, dengan dalil sabda Rasul “Janganlah kalian mendahului bulan Ramadhan dengan puasa satu atau dua hari, kecuali jika bagi orang yang biasa berpuasa, maka berpuasalah pada hari itu” (HR. Shahihain). Kemudian mari kita meninggalkan hal-hal yang bid’ah, seperti; melakukan shalat dua belas raka’at antara maghrib dan ‘isya pada hari jum’at pertama di bulan Sya’ban, atau melakukan shalat seratus raka’at dan membaca surat Yaasiin tiga kali di malam pertengahan Sya’ban. Sebab hadits-hadits yang berkaitan dengan yang disebutkan ini berderajat Maudlu’ (palsu) dan Nabi beserta para shahabat tidak pernah melaksanakannya.

No comments: